SIBUK berbenah membangun pemerintahan yang baru, setidaknya dapat terlihat dari kegiatan pembangunan gedung perkantoran di sentra pemerintahan yang baru. Saat ini yang secara fisik sudah terlihat berdiri dan siap dipakai adalah gedung kantor bupati.
Sebelumnya Sula adalah bagian dari Kabupaten Maluku Utara, terpecah menjadi Kabupaten Halmahera Utara dan Halmahera Selatan. Sementara kabupaten induk berubah nama menjadi Kabupaten Halmahera Barat.
Setelah setahun berdiri, wilayah yang terdiri atas enam kecamatan ini masih pada tahap pembenahan infrastruktur, khususnya di pemerintahan. Keterbatasan yang dimiliki kabupaten yang wilayahnya terdiri atas tiga pulau besar ditambah pulau-pulau kecil di sekelilingnya ini tak hanya seputar gedung pemerintahan atau telekomunikasi. Untuk masalah transportasi misalnya, meski tersedia pesawat jenis Cassa milik maskapai penerbangan Merpati yang lepas landas dari Ternate ke Bacan sebelum sampai di Bandara Sanana, jadwalnya dua - tiga kali seminggu. Dengan penumpang maksimal hanya 16 orang, tentu tidak banyak yang bisa menikmati angkutan cepat ini.
Selain pesawat kecil, angkutan penumpang antarpulau juga dilayani dua kapal yang hanya singgah dua kali seminggu ke Sanana, ibu kota kabupaten. Kapal yang melayani rute Manado-Ternate-Sanana ini melayari wilayah Maluku dari posnya di Kota Manado setiap hari Selasa dan Jumat pulang pergi. Kapal lainnya yang singgah di Pelabuhan Sanana adalah kapal barang atau hasil bumi yang datangnya tidak tentu.
Seperti umumnya wilayah Kepulauan Maluku, Sula pun merupakan daerah agraris, khususnya perkebunan. Dari tanah Sula dihasilkan kelapa, cengkeh, pala, dan kakao selain produk tanaman pangan seperti padi ladang, ubi kayu, dan ubi jalar yang produksinya tergolong besar. Kecamatan Sanana dan Taliabu Timur adalah penghasil utama kelapa yang produk akhirnya berupa kopra, juga didistribusikan ke Ternate, Bitung hingga Pulau Jawa yakni Surabaya. Komoditas perkebunan lain seperti cengkeh, pala, dan kakao banyak ditanam di Kecamatan Sanana dan Taliabu Barat.
Selain hasil bumi dari daratan, Sula masih menyimpan potensi lain dari laut maupun yang masih terpendam di dalam Bumi. Seperti wilayah lain yang termasuk Kepulauan Maluku, Sula juga dicirikan dengan potensi hasil lautnya.
Mata pencarian penduduk yang utama selain berkebun adalah mencari ikan. Dengan luas lautan kurang lebih 14.500 kilometer persegi atau 60 persen dari total wilayah dan secara geografis mengelilingi wilayah- wilayah daratannya, bisa dikatakan menjadi nelayan di Kepulauan Sula adalah pilihan yang cukup mudah. Apalagi dengan teknologi sederhana yang masih mendominasi, yaitu penggunaan perahu tanpa motor. Jumlah pemakaian perahu jenis ini angkanya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pemanfaatan motor tempel ataupun kapal motor.
Keterbatasan, kesederhanaan, memang masih melingkupi Kabupaten Kepulauan Sula. Jika keterbatasan mungkin dapat segera diakhiri seiring dengan berjalannya pembangunan, maka kesederhanaan membutuhkan tak hanya waktu, tapi juga kemauan untuk maju. Salah satu aspek kesederhanaan yang dimaksud adalah teknologi.
Masih rendahnya tingkat teknologi yang digunakan di Sula seperti telah disebutkan adalah teknologi penangkapan ikan. Padahal potensi ini begitu menjanjikan. Kepulauan Maluku sejak dulu adalah surga bagi para pencari ikan. Lautnya yang masih asri dan kekayaan yang tersimpan di dalamnya masih melimpah ruah.(Sumber: Kompas)
Sebelumnya Sula adalah bagian dari Kabupaten Maluku Utara, terpecah menjadi Kabupaten Halmahera Utara dan Halmahera Selatan. Sementara kabupaten induk berubah nama menjadi Kabupaten Halmahera Barat.
Setelah setahun berdiri, wilayah yang terdiri atas enam kecamatan ini masih pada tahap pembenahan infrastruktur, khususnya di pemerintahan. Keterbatasan yang dimiliki kabupaten yang wilayahnya terdiri atas tiga pulau besar ditambah pulau-pulau kecil di sekelilingnya ini tak hanya seputar gedung pemerintahan atau telekomunikasi. Untuk masalah transportasi misalnya, meski tersedia pesawat jenis Cassa milik maskapai penerbangan Merpati yang lepas landas dari Ternate ke Bacan sebelum sampai di Bandara Sanana, jadwalnya dua - tiga kali seminggu. Dengan penumpang maksimal hanya 16 orang, tentu tidak banyak yang bisa menikmati angkutan cepat ini.
Selain pesawat kecil, angkutan penumpang antarpulau juga dilayani dua kapal yang hanya singgah dua kali seminggu ke Sanana, ibu kota kabupaten. Kapal yang melayani rute Manado-Ternate-Sanana ini melayari wilayah Maluku dari posnya di Kota Manado setiap hari Selasa dan Jumat pulang pergi. Kapal lainnya yang singgah di Pelabuhan Sanana adalah kapal barang atau hasil bumi yang datangnya tidak tentu.
Seperti umumnya wilayah Kepulauan Maluku, Sula pun merupakan daerah agraris, khususnya perkebunan. Dari tanah Sula dihasilkan kelapa, cengkeh, pala, dan kakao selain produk tanaman pangan seperti padi ladang, ubi kayu, dan ubi jalar yang produksinya tergolong besar. Kecamatan Sanana dan Taliabu Timur adalah penghasil utama kelapa yang produk akhirnya berupa kopra, juga didistribusikan ke Ternate, Bitung hingga Pulau Jawa yakni Surabaya. Komoditas perkebunan lain seperti cengkeh, pala, dan kakao banyak ditanam di Kecamatan Sanana dan Taliabu Barat.
Selain hasil bumi dari daratan, Sula masih menyimpan potensi lain dari laut maupun yang masih terpendam di dalam Bumi. Seperti wilayah lain yang termasuk Kepulauan Maluku, Sula juga dicirikan dengan potensi hasil lautnya.
Mata pencarian penduduk yang utama selain berkebun adalah mencari ikan. Dengan luas lautan kurang lebih 14.500 kilometer persegi atau 60 persen dari total wilayah dan secara geografis mengelilingi wilayah- wilayah daratannya, bisa dikatakan menjadi nelayan di Kepulauan Sula adalah pilihan yang cukup mudah. Apalagi dengan teknologi sederhana yang masih mendominasi, yaitu penggunaan perahu tanpa motor. Jumlah pemakaian perahu jenis ini angkanya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pemanfaatan motor tempel ataupun kapal motor.
Keterbatasan, kesederhanaan, memang masih melingkupi Kabupaten Kepulauan Sula. Jika keterbatasan mungkin dapat segera diakhiri seiring dengan berjalannya pembangunan, maka kesederhanaan membutuhkan tak hanya waktu, tapi juga kemauan untuk maju. Salah satu aspek kesederhanaan yang dimaksud adalah teknologi.
Masih rendahnya tingkat teknologi yang digunakan di Sula seperti telah disebutkan adalah teknologi penangkapan ikan. Padahal potensi ini begitu menjanjikan. Kepulauan Maluku sejak dulu adalah surga bagi para pencari ikan. Lautnya yang masih asri dan kekayaan yang tersimpan di dalamnya masih melimpah ruah.(Sumber: Kompas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar